G. SOLUSI
TERHADAP KASUS BULLYING
v Satukan
Persepsi dengan Istri/Suami. Sangat
penting bagi suami-istri untuk satu suara dalam menangani permasalahan yang
dihadapi anak-anak di sekolah. Karena kalau tidak, anak akan bingung, dan
justru akan semakin tertekan. Kesamaan persepsi yang dimaksud meliputi beberapa
aspek, misalnya: apakah orang tua perlu ikut campur, apakah perlu datang ke
sekolah, apakah perlu menemui orang tua pelaku intimidasi, termasuk apakah
perlu lapor ke polisi.
v Pelajari dan
Kenali Karakter Anak. Perlu kita
sadari, bahwa satu satu penyebab terjadinya bullying
adalah karena ada anak yang memang punya karakter yang mudah dijadikan korban.
Sikap “cepat merasa bersalah”, atau penakut, yang dimiliki anak. Dengan
mengenali karakter anak, dapat mengantisipasi berbagai potensi intimidasi yang
menimpa anak, atau setidaknya lebih cepat menemukan solusi (karena kita menjadi
lebih siap secara mental).
v Jalin
Komunikasi dengan Anak. Tujuannya
adalah anak akan merasa cukup nyaman (meskipun tentu saja tetap ada rasa tidak
nyaman) bercerita kepada orang tuanya ketika mengalami intimidasi di sekolah.
Ini menjadi kunci berbagai hal, termasuk untuk memonitor apakah suatu kasus
sudah terpecahkan atau belum. Ada
kalanya kita harus kontak mata dengannya saat berbiicara, ada kalanya anak juga
lebih nyaman bercerita pada kita tanpa kontak mata. "Perjalanan sambil
mengobrol selama kita tengah menyetir, misalnya, membuat anak bebas
mengungkapkan apa saja," tambah D'Antona
v Jangan
Terlalu Cepat Ikut Campur. Idealnya,
masalah antar anak-anak bisa diselesaikan sendiri oleh mereka, termasuk di
dalamnya kasus-kasus bullying. Oleh
karena itu, prioritas pertama memupuk keberanian dan rasa percaya diri pada
anak. Kalau anak punya kekurangan tertentu, terutama kekurangan
fisik, perlu ditanamkan sebuah kepercayaan bahwa itu merupakan pemberian Tuhan
dan bukan sesuatu yang memalukan. Kedua, jangan terlalu “termakan” oleh ledekan
teman, karena hukum di dunia ledek-meledek adalah “semakin kita terpengaruh
ledekan teman, semakin senang teman yang meledek itu”.
v Masuklah di
Saat yang Tepat. Jangan
lupa, bahwa seringkali anak (yang menjadi korban intimidasi) tidak senang kalau
orang tuanya turut campur. Situasinya menjadi paradoksal: Anak menderita karena
diintimidasi, tapi dia takut akan lebih menderita lagi kalau orang tuanya turut
campur. Karena para pelaku bullying
akan mendapat ‘bahan’ tambahan, yaitu mencap korbannya sebagai “anak mami”.
Oleh karena itu, mesti benar-benar mempertimbangkan saat yang tepat ketika
memutuskan untuk ikut campur menyelesaikan masalah. Ada beberapa indikator: (1)
Kasus tertentu tak kunjung terselesaikan, (2) Kasus yang sama terjadi
berulang-ulang, (3) Kalau kasusnya adalah pemerasan, melibatkan uang dalam
jumlah cukup besar, (4) Ada indikasi bahwa prestasi belajar anak mulai
terganggu.
v Bicaralah
dengan Orang yang Tepat. Jika sudah
memutuskan untuk ikut campur dalam menyelesaikan masalah, pertimbangkan
masak-masak apakah akan langsung berbicara dengan pelaku intimidasi, orang
tuanya, atau gurunya.
v Jangan Ajari
Anak Lari dari Masalah. Dalam
beberapa kasus, anak-anak kadang merespon intimidasi yang dialaminya di sekolah
dengan minta pindah sekolah. Kalau dituruti, itu sama saja dengan lari dari
masalah. Jadi, sebisa mungkin jangan dituruti. Kalau ada masalah di sekolah,
masalah itu yang mesti diselesaikan, bukan dengan ‘lari’ ke sekolah lain.
Jangan lupa, bahwa kasus-kasus bullying
itu terjadi hampir di semua sekolah.
v Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti
ini. Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada
respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, jika
memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin
perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling
penting adalah mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi
kepada mereka.
Bullying tidak boleh diabaikan mengingat dampak psikis dan mental terhadap anak sangat besar.Berikut ini beberapa saran untuk mengetahui anak kita menjadi korban bullying atau tidak.:
Bullying tidak boleh diabaikan mengingat dampak psikis dan mental terhadap anak sangat besar.Berikut ini beberapa saran untuk mengetahui anak kita menjadi korban bullying atau tidak.:
v Kenali teman-teman anak Anda. Ketahuilah bahwa seorang anak yang sedang
diintimidasi kemungkinan besar akan memberitahu rekan pertama, lalu orang tua,
dan kemudian guru. "Selalu tahu siapa teman-teman anak Anda," kata
Robin D'Antona, pendiri Asosiasi Internasional Pencegahan Bullying. Dengan menjalin persahabatan dengan teman anak kita, maka
banyak "bocoran" yang akan disampaikannya tentang dia.
v Abaikan Privasi. Privasi berakhir saat keselamatan anak kita
terancam di sekolah. Perhatikan apa yang mereka lakukan di web, dan memeriksa
ponselnya. Jika anak menginginkan buku harian, membeli buku dan sarankan
menyimpan di tempat yang sekiranya perlu, kita bisa juga mengaksesnya tanpa dia
tahu. "Misalnya di bawah kasur," kata D'Antona.
v Mengusahakan
untuk mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi. Tekankan bahwa kejadian
tersebut bukan kesalahannya.
v Membantu
anak mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan
mengapa hal itu terjadi. Guru harus dapat menerangkan dalam bahasa sederhana
dan mudah dimengerti anak. JANGAN PERNAH MENYALAHKAN ANAK atas tindakan bullying yang ia alami.
v Meminta
bantuan pihak ketiga (psikolog atau ahli profesional) untuk membantu
mengembalikan anak ke kondisi normal, jika dirasakan perlu.
v Mengamati
perilaku dan emosi anak , bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama
berlalu (ingat bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi
pelaku di kemudian waktu). Bekerja sama dengan pihak sekolah (guru) dan mintal
mereka membantu dan mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak.
Mewaspadai perbedaan ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak di
rumah dan di sekolah (ada atau tidak ada orang tua / guru / pengasuh).
v Membina
kedekatan dengan teman-teman sebaya anak dengan cara mencermati cerita mereka
tentang anak. Mewaspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
v Meminta
bantuan pihak ke tiga (psikolog atau ahli profesional) untuk menangani pelaku.
v Penegakan
aturan/sanksi/disiplin sesuai kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan
sekolah, serta orang tua dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian
sanksi, lebih ditekankan pada penegakan sanksi humanis dan pengabdian kepada
masyarakat (student service).
Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa mencegah lebih baik
daripada mengobati, sama halnya dengan kasus bullying. Akan lebih baik kita mencegah bullying sebelum terjadi. Beberapa hal yang dapat kita lakukan
adalah:
v Sosialisasi antibullying kepada siswa, guru, orang tua
siswa, dan segenap civitas akademika di sekolah.
v
Penerapan aturan di sekolah yang mengakomodasi aspek
antibullying.
v Membuat aturan
antibullying yang disepakati oleh
siswa, guru, institusi sekolah dan semua civitas akademika institusi
pendidikan/ sekolah.
v Penegakan aturan/sanksi/disiplin sesuai
kesepakatan institusi sekolah dan siswa, guru dan sekolah, serta orang tua dan
dilaksanakan sesuai dengan prosedur pemberian sanksi.
v
Membangun komunikasi dan interaksi antarcivitas
akademika.
v
Meminta Depdiknas memasukkan muatan kurikulum
pendidikan nasional yang sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak/siswa
agar tidak terjadi learning difficulties.
v
Pendidikan parenting agar orang tua memiliki pola
asuh yang benar.
v
Mendesak Depdiknas memasukkan muatan kurikulum
institusi pendidikan guru yang mengakomodasi antibullying.
v
Muatan media cetak, elektronik, film, dan internet
tidak memuat bullying dan mendesak
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengawasi siaran yang memasukkan unsur bullying.
v Perlunya kemudahan
akses orang tua atau publik, lembaga terkait, ke institusi pendidikan/sekolah
sebagai bentuk pengawasan untuk pencegahan dan penyelesaian bullying atau dibentuknya pos pengaduan bullying.
v
Jadikan anak mempunyai kemampuan
untuk membela dirinya sendiri dapat berupa pertahanan fisik : bela diri,
kemampuan motorik yang baik dan kesehatan yang prima. Pertahanan psikis
mempunyai : rasa percaya diri, keberanian akal sehat, dan menganalisis
sederhana, juga mampu menyelesaikan permasalahannya.
v
Bekali anak supaya mempunyai
kemampuan menghadapi berbagai kondisi yang tidak menyenangkan.
v
Jika kejadian bullying tetap terjadi sebisanya beritahukan kepada anak dimana
tempat untuk memintai pertolongan atau melaporkan tindakan bullying yang dia alami.
v
Sebisa mungkin anak mempunyai
kemampuan bersosialisasi yang baik.
Next>> Penutup